Thursday, March 28, 2019

Pentingnya Ketekunan Dalam Hidup Kita

Pentingnya ketekunan dalam hidup kita ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut daimbil dari sruat rasul Paulus kepada umat Allah yang ada di kota Roma, yaitu dalam Roma 5:1-5. Dalam Roma 5:3-4, rasul Paulus dalam dalam pimpinan, tuntunan, arahan, bimbingan dan ilham Roh Kudus, menulis demikian: “... Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekuan, dan ketekuan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan”.

Kutipan firman Tuhan di atas, memberikan tekanan penting bagi perjalanan kehidupan kita di dunia ini. Realitas hidup yang kita alami dan jalani senantiasa dihadapkan dengan beragam masalah yang kompleks. Ragam masalah yang kompleks itu dirangkum dalam satu kata yaitu kesengsaraan.

Kesengsaraan itu acap kali dipahami sebagai suatu hal yang negatif, nasib sial, kena tulah atau kutuk dan juga dianggap sebagai akibat dari suatu dosa yang dilakukan. Konsep dan pemahaman semacam itu sudah terbangun sejak lama, sehingga bagi sebagian orang ada yang tidak bisa bertahan dan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya di tangannya sendiri.


Rasul Paulus memahami betul bahwa setiap orang Kristen atau pengikut Kristus akan mengalami penderitaan dan masalah yang kompleks. Oleh karena itu, karakter dan sifat tekun atau ketekuan itu harus ditumbuh-kembangkan dalam diri setiap umat-Nya.

Pertanyaan penting yang perlu kita ajukan untuk direnungkan dan dijawab ialah: apa pentingnya ketekunan dalam hidup kita? Berdasarkan kebenaran firman Tuhan, maka ada beberapa hal yang membuat ketekunan itu penting bagi hidup kita, yaitu:

Satu, menguatkan kita menanggung kesengsaraan.
Penulis kitab Mazmur dalam Mazmur 34:20, berkatian dengan kesengsaraan umat Allah, menulis demikian: “Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu”.

Dari kutipan firman Tuhan di atas, kita bisa mengetahui bahwa orang benar bukan berati ia luput dari kemalangan, penderitaan, kesengsaraan dan problematika kehidupan. Justru orang benar itu mengalami banyak kemalangan. Tetapi kabar baiknya ialah bahwa Tuhan akan melepaskan, meluputkan dan memampukannya menemukan jalan keluar.

Kita harus tekun dalam setiap hal yang membebani kehidupan kita. Kita harus sabar sampai kita tiba ke tujuan. Kita harus tabah dalam proses penderitaan dan kesengsaraan kita. Kesabaran dan ketabahan kita dalam kemalangan akan menguatkan kita.

Dua, menguatkan kita untuk lulus dalam ujian.
Ujian dalam perspektif pendidikan betujuan untuj menentukan kelulusan dan juga kenaikan kelas bagi setiap murid. Ujian dalam perspektif iman Kristen bertujuan untuk menaikan level hidup beriman dan spiritualitas kita.

Oleh sebab itu, kita dimotivasi supaya memandang kesengsaraan dalam perspektif rohani sehingga kita tidak menjadi kecewa, marah, putus asa dan mencari pertolongan kepada yang bukan Tuhan.

Rasul Paulus dalam suratnya yang pertama kepada umat Allah yang ada di kota Korintus, menulis: “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya” – 1 Korintus 10:13.

Hidup Dalam Ketekuan

Hidup dalam ketekunan ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari surat Yakobus 5:7-11. Dalama Yakobus 5:11, penulis surat Yakobus dalam pimpinan, tuntunan, arahan, bimbingan dan ilahm Roh Kudus, menulis: “Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun (hupomone); kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan”.

Orang Kristen yang bertekun adalah orang yang berbahagia karena tahu apa yang akan disediakan Tuhan baginya. Ia percaya Tuhan itu Maha penyayang dan penuh belas kasihan, serta pada waktunya pasti akan menolong. Kata bertekun (Yunani: hupomone) menunjuk pada ketabahan dalam menghadapi apa pun situasi pencobaan tanpa kehilangan kepercayaan kepada Allah.

Dalam menghadapi kesulitan, kesedihan serta kegagalan hidup, yang kita perlukan adalah sikap bertekun, tahan banting, tidak mudah menyerah karena yakin Tuhan sedang memperhatikan, bahkan siap menolong kita. Jadi ketakutan dan kekhawatiran apa pun yang sedang kita hadapi, ingatlah bahwa Tuhan Yesus selalu ada menyertai kita menghadapi semua itu.


Situasi sekarang mungkin perekonomian memburuk, kurs dolar melangit, banyak bidang bisnis semakin sulit untuk dijalani, perdagangan sepi, dan sebagainya. Sikon seperti ini mungkin akan agak lama kita alami karena sekarang adalah tahun politik yang memanas dan tidak mudah.

Semua kesulitan itu serupa angin kencang. Ia menghantam hampir seluruh bagian diri kita yang bisa hancur dengan mudah. Itulah mengapa kita perlu menjadi diri kita yang sebenarnya, yaitu orang Kristen sejati yang saat mengalami kesulitan dan memiliki iman kuat, yang akan membuktikan penyertaan Tuhan itu nyata.

Bersama Yesus, kesulitan adalah kesempatan untuk meraih hal-hal yang lebih baik. Kesulitan hidup adalah batu loncatan untuk sebuah pengalaman yang berharga, juga menjadi bekal bagi kesaksian Kristiani yang efektif.

Mungkin saja suatu saat nanti, Anda akan bersyukur karena pernah mengalami kegagalan sesaat di episode hidup Anda. Saat sebuah pintu menutup, Yesus pasti membukakan pintu lainnya. Ingatlah, Yesus pernah berkata bahwa diri-Nya adalah jalan.

Lebih lagi ketika semangat besar untuk memuliakan Tuhan berkobar, yang banyak muncul adalah para pembenci tanpa alasan logis. Apakah itu harus membuat saya mundur? Tidak! Karena Tuhan selalu beri kekuatan. Lagi pula saya yakin mereka yang ingin memberi cahaya bagi sekitarnya harus berani terbakar.

Refleksi Diri:
Situasi sulit apa yang sedang Anda hadapi yang menuntut Anda bersikap tekun dan harus memercayai penyertaan Tuhan Yesus? Adakah pengalaman kesulitan di masa lalu yang justru bisa menjadi kesaksian yang menguatkan bagi orang lain?

Mengenal Ciri Ciri Generasi Millennial

Mengenal ciri-ciri generasi millennial ~ Kerjasama antara generasi X dengan Generasi Y atau generasi millennial acap kali menjadi konflik. Pemicunya ialah generasi X sulit untuk bagaimana beradaptasi dan mengadaptasikan leadershipnya atau kepemimpinannya kepada generasi Y atau generasi millennial. Pada sisi lain, generasi Y atau generasi millennial juga bingung dan kesulitan untuk beradaptasi dengan cara dan mekanisme kerja generasi X.

Angkatan kerja terbesar di Indonesia adalah generasi Y atau generasi millennial. Sesuai dengan data yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), pada tahun 2016 dari total secara keseluruhan angkatan kerja yang jumlahnya mencapai 160 juta, prosentasi generasi Y atau generasi millennial mencapai angka empat puluh persen (40%), yaitu sebesar enam puluh dua koma lima juta (62,5 juta).

Berdasarkan data survei yang telah dirilis oleh “Employee Engagement Among Millennials” yang menyertakan 1.200 narasumber, Dale Carnegie ingin mengetahui tingkat keterlibatan karyawan/employee engagement di Tanah Air. Employee engagement merupakan komitmen karyawan, baik emosional maupun intelektual, untuk memberikan performa terbaiknya kepada perusahaan.


Hasil survei tersebut menegaskan bahwa: “Studi kami bahkan menunjukkan, 9% karyawan millennial menolak terlibat/disengaged dengan perusahaan. Lebih besar lagi, yakni 66%, tenaga kerja milenial cuma terlibat sebagian/partially-engaged. Tentunya mengkhawatirkan, sebab golongan ini bisa berpindah ke disengaged jika perusahaan tidak lekas mengambil langkah antisipasi,” ujar Joshua Siregar selaku Director National Marketing Dale Carnegie Indonesia – (sumber dari marketeersdotcom).

Kehadiran generasi millennial Indonesia di dunia kerja maupun di dalam gereja merupakan grace dari Tuhan. Tentu keberadaan dan kehadiran mereka pastilah memberikan warna tersendiri. Jumlahnya yang mencapai hampir setengah dari keseluruhan pekerja aktif di Indonesia, membuat cara kerja di suatu perusahaan mau tidak mau beradaptasi dengan karakteristik generasi millennial untuk memaksimalkan potensi mereka.

Generasi Y atau generasi millennial memiliki ciri dan karakternya sendiri. Oleh karena itu, supaya bisa bekerjasama dengan mereka, kita harus mengetahi ciri dan karakteristik mereka. Berikut disajikan di bawah ini ciri dan karakteristik dari generasi Y atau generasi millennial.

1. Pemimpin yang menjadi teladan diidiolakan oleh generasi Y atau generasi millennial
Pola hirarkis dan otoritas dalam organisasi serta ketidak-transparan organisasi pemicu utama bagi generasi Y atau generasi millennial tidak betah atau bertahan abekerja dan melayani dalam organisasi. Generasi Y atau generasi millennial membutuhkan pemimpin yang tidak mempertahankan relasi hirarkis otoriter. Tetapi generasi Y atau generasi millennial memerlukan pemimpin teladan yang mendampingi mereka sebagai mentor.

2. Dalam bekerja dan melayani, generasi Y atau generasi millennial tidak terlalu minat dengan struktur
Generasi Y atau generasi millennial memahami bahwa relasi struktur yang hirarkis hanyalah sebuah formalitas-legalitas suatu lembaga atau organisasi. Generasi Y atau generasi millennials punya karakteristik yaitu mereka lebih enjoy dengan pola kerja kolaborasi di mana mereka begitu leluasa bertukar pengetahuan dengan generasi X atau para leadernya.

3. Tantangan merupakan sisi lain yang digemari oleh generasi Y atau generasi millennial
Generasi millennial atau generasi Y tidak terlalu menyukai mekanisme kerja rutinitas atau yang itu-itu saja. Mereka lebih suka dengan kerja yang penuh tantangan atau yang menantang bagi mereka. Hal itu terjadi karena generasi Y atau generasi millennial adalah generasi dengan karakteristik yang cepat bosan. Inilah salah satu ciri dari generasi Y atau generasi millennial. Oleh karena itu generasi X atau leader perlu memberikan tantangan kerja bagi generasi Y atau generasi millennial.

4. Pekerja keras dan positive thinking ciri generasi Y atau generasi millennial
Harus diakui bahwa generasi millennial atau generasi Y adalah generasi dengan tipe atau ciri yang unggul yaitu pekerja keras dan berpikir positif. Ini menjadi modal bagi generasi X untuk berkolaborasi dengan generasi Y dalam menggarap program-program kerja organisasi.

“Berdasarkan penelitian yang dibahas di World Economic Forum 2017, 43% dari mereka yang disebut pekerja keras adalah generasi millennial, sedangkan 57% lainnya adalah Generasi X. Sebanyak 70%-nya optimis terhadap masa depannya. Jika strateginya sesuai, pasti hasilnya optimal”.

5. Sarana dan prasarana yang nyaman bagi generasi millennial atau generasi Y
Lingkungan kerja yang kondusif dan happy merupakan situasi dan kondisi yang digemari oleh generasi Y atau generasi millennial. Ditambah lagi dengan sarana prasarana organisasi yang memadai akan membuat generasi millennial atau generasi Y bekerja optimal dan produktif.

Nah dengan mengenal ciri-ciri generasi millennial dan karakteristiknya tersebut, akan lebih mudah untuk membuat mereka menemukan cara kerja yang lebih efisien dan efektif. Generasi millennial yang terbiasa hidup dengan kemudahan digital, perlu juga didukung dengan fasilitas kekinian.

Cara Kerjasama Dengan Generasi Millennial

Cara kerjasama dengan generasi millennial ~ Generasi millennial sering dikenal dengan sebutan generasi Y. Disebut generasi Y karena ia lahir pada era setelah generasi X. Generasi Y lahir dalam rentang tahun 1980an sampai tahun 2000an. Generasi Y diperkirakan hidup pada rentang usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun pertengahan.

Secara demografi, populasi generasi Y merupakan populasi terbesar kedua sebagai usia produktif dalam dunia kerja. Khusus di Indonesia sendiri populasinya diperkirakan jumlahnya ada pada kisaran empat puluh persen.

Sebagai generasi X, kita harus bisa bekerjasama dengan generasi millennial atau generasi Y. Hal ini penting agar produktifitas kerja kita semakin optimal. Untuk itu, maka di bawah ini akan disajikan beberapa hal yang bisa menolong kita untuk bekerjasama dengan generasi Y atau generasi millennial


1. Generasi Y butuh teladan dan arahan yang mantap guna mencapai target
Pada saat kita bekerjasama dengan generasi millennial, maka kita harus menjadi teladan bagi mereka dalam hal bekerja atau melayani. Generasi millennial membutuhkan figur yang bisa diteladani.

Lalu kita juga selain berperan sebagai teladan bagi generasi millennial, maka kita juga harus bisa memberikan arahan yang mantap dalam rangka mencapai target organisasi. Generasi millennial sangat membutuhkan arahan yang mantap dan jelas. Artinya ialah bahwa kita yang berpengalaman membantu mereka untuk tumbuh bersama dan bekerja bersama dalam meraih target yang kita tetapkan.

2. Generasi X harus bisa berkolaborasi dengan generasi Y
Kolaborasi artinya segala bentuk kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau sekelompok orang dalam bidang tertentu. Tujuan kolaborasi adalah untuk memaksimalkan sebuah proyek dengan cara menggabungkan beberapa orang yang kompeten dalam bidang tertentu di dalam proyek tersebut.

Kolaborasi generasi X dengan Generasi Y atau generasi millennial sangat penting dalam kerangka kerja organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Artinya generasi X membutuhkan generasi Y atau generasi millennial dan juga demikian sebaliknya. Ada saling interaksi yang produktif, ada pertukarang pengetahuan antara generasi X dengan generasi Y atau generasi millennial. Kolaborasi tersebut tentu akan berdampak positif bagi organisasi dan juga bagi kelangsungan hidup bersama generasi X dan generasi Y atau generasi millennial.

Pada sisi lain, kolaborasi tersebut juga akan mengoptimalkan sarana prasarana seperti alat, teknologi, program atau hal lain yang membuat kinerja lebih efektif, efisien dan produktif.

3. Sikap generasi X harsu positif terhadap generasi Y atau generasu millennial
Salah satu sikap positif yang harus ditunjukkan oleh generasi X kepada generasi Y atau generasi millennial adalah kaderisasi mereka untuk menjadi leader atau pemimpin. Menurut Kamus BesarBahasa Indonesia, kata “kaderisasi” berasal dari kata dasar “kader” yang memiliki makna yaitu: “orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam sebuah organisasi”. Dengan demikian, kaderisasi adalah suatu proses dalam membentuk kader-kader baru dalam sebuah organisasi tersebut”.

Dalam proses kaderisasi, maka terbuka ruang yang luas bagi generasi Y atau generasi millennial untuk mengeksplor potensi yang dimiliki. Pada sisi lain melalui proses kaderisasi, generasi millennial bisa mengembangkan diri mereka secara maksimal. Misalnya melalui jalur training atau pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka.

4. Generasi X harus bisa menciptakan suasan dan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi generasi Y atau generasi millennial
Kita harus bisa meminimalkan mekanisme kerja dan pelayanan yang selalu hirarkis dan pola otoritas yang tidak perlu dalam rangka bekerja dan melayani bersama generasi millennial. Karena hal itu bisa saja menjadi penghambata dan pengganjal kerjasama antara generasi X dengan generasi Y atau generasi millennial.

5. Generasi X senantiasa mensuport dan memotivasi generasi Y
Memotivasi artinya ialah memberikan motivasi; menciptakan suasana yang subur untuk lahirnya motif. Di sinilah peran penting generasi X untuk memberi dukungan dan memotivasi generasi Y atau generasi millennial mempersembahkan yang terbaik bagi organisasi terlebih kepada Tuhan.

Memotivasi disini tidak hanya dipahami dengan menggunakan kata-kata, tetapi juga memberi tempat yang memadai kepada generasi Y atau generasi millenial untuk berkreasi dalam menuangkan gagasan cerdas dan cemerlang mereka dalam tugas yang diberikan. Hal ini akan berdampak positif bagi generasi Y atau generasi millennial yang memang mereka adalah generasi pekerja keras dan penuh optimisme sehingga mereka akan melakukannya dengan lebih baik pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka.

Generasi Millennial punya segudang tips kerja cerdas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Kehadirannya dalam organisasi merupakan grace Tuhan dan membawa energi dan konsep baru bagi organisasi. Kreativitas dan cara kerja yang berbeda justru menghasilkan metode kerja yang efektif dan efisien dalam mewujudkan target organisasi.

Wednesday, March 27, 2019

Teknologi Digital Atau Kokain Digital

Teknologi Digital atau Kokain Digital ~ Kita berada pada era yang sangat jauh berbeda dengan era sebelumnya. Dinamika kehidupan manusia berubah secara drastis dan sangat cepat. Tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua area hidup telah mendorong semua orang melakukan aktifitas yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.

Era digital dan generasi millennial merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Era digital dan generasi millennial saling mempengaruhi. Tinggal nantinya bagaimana generasi millennial memanfaatkan digital bagi kelangsungan hidupnya.

Dalam bukunya yang disebut Digital Cocaine, Brad Huddleston bertanya kepada pembaca apa perbedaan antara setengah baris kokain dan satu jam bermain video game? Tidak ada, sejauh menyangkut otak Anda. Brad ingin menegaskan bahwa antara kokain dan game sama-sama berkontribusi untuk merusak kehidupan penggunanya.

Artinya bahwa kokain dan game berkontribusi kuat terhadap perusakan otak manusia yang menggunakannya. Dengan demikian, teknologi smartphone yang digadang-gadang membuat hidup pemakainya lebih bernilai ternyata justru menjadi alat yang membuat hidup pemakainya menjadi hancur.


Bagaimana dengan kebutuhan Anda untuk selalu terlibat di ponsel Anda untuk peluang bisnis baru, lebih banyak penjualan dari toko online Anda atau keterlibatan media sosial. Terus-menerus memeriksa berapa banyak pengikut, suka ... Tech masalahnya, benar!

Tapi bukan itu yang diciptakan untuk kecanduan. Itu tidak dibuat untuk multitasking digital atau untuk mengembangkan SMS atau kecanduan online. Itu diciptakan untuk menjadi enabler dan meningkatkan kehidupan /atau dunia kerja. Untuk membuat bisnis lebih mudah, lebih menguntungkan dan memiliki prospek masa depan yang lebih baik.

Harus kita akui, bahwa teknologi dengan perkembangannya yang pesat memberi pengaruh yang signifikan terhadap akselerasi hidup kita. Artinya, teknologi itu sangat positif bagi hidup manusia. Teknologi, ketika diimplementasikan dengan benar membantu dalam kemampuannya untuk membuat bisnis Anda lebih mudah diakses, lebih hemat biaya, menciptakan aliran proses yang lebih baik dan keunggulan kompetitif yang lebih besar.

Teknologi dan pemanfaatannya seharusnya membawa sebesar-besarnya keuntungan bagi hajat hidup penggunanya. Ketika Anda mulai menggunakan teknologi dalam bisnis Anda sebagai enabler, bukan kecanduan, Anda membuat yang berikut untuk audiens yang Anda pasarkan:

1.    Kebebasan memilih
2.    Transparansi
3.    Kepercayaan
4.    Dihargai

Teknologi dan perkembangannya sejatinya bukan untuk membuat manusia kecanduan seperti pemakai kokain yang sekeli menikmatinya akan terus-dan terus ingin memakainya lagi hinga sampai kepada level kecanduan atau keterikatan kepada kokain itu.

Harus diakui bahwa ponsel dengan segudang perkembangannya sangat positif. Ponsel dan sejumlah tools yang ada di dalamnya dirancang atau didesain untuk menunjang aktifitas hidup pemakainya. Akan tetapi, faktanya ternyata para penggunanya tidaklah bijaksana.

Ambil sebagai contoh, games yang tersedia dan didownload ke dalam perangkat ponsel. Tujuannya untuk memberi relaksasi dan hiburan bagi pemakai yang wajar. Namun, relaitanya para pemakai justru menjadi kecanduan yang level kecanduan atau ketergantungannya melebihi pemakai kokain.

Bahkan perangkat digital memiliki potensi yang sangat nyata untuk menjadi kecanduan kimia jika disalahgunakan. Pertanyaannya adalah: apakah Anda menggunakan teknologi atau Anda menyalahgunakannya? Apakah ini menjadi enabler digital atau kokain digital? Jadi apa yang kita lakukan tentang itu:

1.    Kurangi / hentikan multitasking digital
2.    Tetapkan aturan rapat - tidak ada perangkat digital selama rapat
3.    Biarkan diri Anda berpikir dan menyendiri
4.    Hapus perangkat digital dari kamar tidur Anda
5.    Ciptakan down-time digital dengan memaksa diri Anda untuk memutuskan sambungan dari dunia digital selama satu jam atau lebih pada suatu waktu
6.    Inilah teknologi menjadi enabler, bukan kecanduan!

Tuesday, March 26, 2019

Menjaga Generasi Millennial

Menjaga generasi milenial ~ Generasi milenial merupakan generasi yang nantinya akan mengambil alih kepemimpinan dalam semua level dan kehidupan. Oleh karena itu sangat penting bagi semua lembaga dan institusi baik lembaga maupun lembaga keagamaan untuk memelihara dan menjaga generasi milenial ini.

Generasi mileniallah yang akan meneruskan roda pemerintahan di masa depan. Generasi miliniallah yang akan meneruskan pelayanan gereja. Generasi mileniallah yang akan memimpin lembaga pemerintahan dan institusi keagamaan. Di tangan merekalah keberlangsungan hidup dan organisasi di masa mendatang.

“Berdasarkan Deloitte’s 2016 Millennial Survey, dua dari tiga responden survei berharap dapat meninggalkan posisinya sekarang pada tahun 2020 nanti sedangkan hanya 16% dari mereka berpikir akan tetap tinggal selama 1 dekade mendatang. Survei ini dilakukan terhadap hampir 7.700 generasi millennial dari 29 negara di dunia. Kurangnya loyalitas dari generasi ini menunjukkan tantangan yang sebenarnya bagi perusahaan untuk mempertahankan pekerjanya” – dikutip dari situs online.


Pertanyaan penting untuk direnungkan dan dijawab ialah: “Bagaimana menjaga generasi milenial sehingga mereka siap melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan dan pelayanan di masa yang akan datang?” Berdasarkan analisa, observasi dan pengamatan di dunia nyata dan di dunia maya, maka ada beberapa hal penting yang perlu dilakukan, yaitu:

1. Mendisain struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan generasi millenial
Harus diakui bahwa generasi millennial tidak menyukai suatu pola yang cenderung kaku dan otoriter. Mereka juga tidak senang dengan struktur organisasi yang sifatnya hirarkis. Generasi millennial menyukai fleksibilitas, kebebasan dan keyakinan teguh yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.
Mereka memahami bahwa siapa saja bisa menjadi pemimpin. Bagi mereka gelar tidaklah terlalu penting. Generasi millennial sangat mengapresiasi hal-hal yang bersifat keterbukaan, kolaborasi dan transparansi kepemimpinan dalam organisasi.
2. Memberi ruang bagi generasi millennial dalam pengambilan keputusan
Secara psikologi, sesungguhnya generasi millennial sangat menghargai bila mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Mengapa? Karena generasi millennial lebih mementingkan tujuan.

Oleh karena itu, organisasi, institusi dan perusahaan sangat penting untuk menanyakan pandangan generasi millennial dalam pengambilan keputusan bagi pengembangan organisasi, institusi atau perusahaan ke depan. Khususnya dalam kaitannya dengan program-program yang dicanangkan oleh organisasi.

3. Mengkaderkan pemimpin yang tepat
Pemimpin harus melahirkan pemimpin baru. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut, maka setiap pemimpin harus melakukan proses pengkaderan secara bijak. Identifikasi siapa yang diproyeksikan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Generasi millennial sangat berambisi untuk menjadi pemimpin. Oleh karena itu, cara terbaik untuk mendapatkan pemimpin baru ialah dengan proses kaderisasi yang terencana dengan baik dan bijak.

4. Menyediakan ruang bagi sebuah pelatihan yang menggembirakan
Untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangan organisasi ke depan, maka organisasi harus menyediakan ruang pelatihan yang interaktif dan menggembirakan bagi generasi millennial. Dikutip dari media online dikatakan bahwa: “Survei yang dilakukan oleh Deloitte juga mengindikasikan bahwa lebih dari 70% generasi millennial mengatakan alasan mereka ingin meninggalkan posisinya 2 tahun ke depan adalah karena kurang adanya perkembangan dalam hal kepemimpinan”.

Sunday, March 24, 2019

Gereja Di Era Milenial


Gereja di era milenial ~ Harus diakui bahwa saat ini gereja ada pada era milenial. Era milenial dengan tingkat kecepatan teknologi informasi yang begitu masif menuntut gereja untuk bergerak secara dinamis dan menjawab kebutuhan generasi milenial.

Generasi milenial tumbuh dengan beragam informasi, situasi dan kondisi yang berubah sangat cepat. Ada dari antara mereka yang belum mengenal Tuhan secara pribadi. Namun ada juga yang sudah mengenalnya, namun mulai ragu karena tekanan ilmu pengetahuan dan kepercayaan lain.

Gereja adalah tempat untuk menjaga generasi milenial untuk mereka bisa mengenal Tuhan dan tetap percaya kepada-Nya. Gereja harus membawa kabar baik dan memberitakannya secara baik dan benar kepada generasi milenial. Gereja harus menjadi tempat bagi generasi milenial untuk mebangun persahabatan, komunikasi, dan kasih sayang.

Gereja dan masa depannya ada di tangan generasi milenial. Itu sebabnya gereja harus membawa generasi milenial untuk memiliki relasi pribadi dengan Yesus Kristus dan mengenal-Nya secara benar. Apa yang harus dilakukan oleh gereja dalam upaya melayani generasi milenial? Jawabannya ialah:


1. Hargai generasi milenial
Gereja memang tumbuh dalam tradisi. Karenanya gereja lebih menghargai tradisi daripada menghargai generasi milenial. Gereja harus keluar dari penghargaan yang terlalu tinggi kepada tradisi. Lalu menaruh perhatian kepada generasi milenial yang harus mendapat apresiasi atau penghargaan.

Hal itu penting guna menyelamatkan generasi milenial dari pengaruh negatif dari era milenial. Caranya ialah libatkan generasi milenial dalam pelayanan gereja. Jalin persahabatan dengan generasi milenial. Dan share visi dan misi gereja kepada generasi milenial.

2. Memotivasi orangtua milenial supaya melibatkan anaknya dalam pelayanan
Gereja harus memotivasi orangtua dari generasi milenial untuk memberi dorongan kepada anak-anak mereka supaya terlibat dalam pelayanan. Memang ada kecenderungan dari orangtua milenial untuk melengkapi anaknya dengan berbagai pengetahuan untuk meraih prestasi.

Memang semua yang dilakukan itu bagus dan tidak salah. Anak meraih prestasi dan memiliki kemampuan lebih memang membanggakan. Tetapi harus diwaspadai oleh orangtua, jangan sampai demi mengejar prestasi dan memiliki kemampuan lebih, tetapi relasi anak dengan Tuhan menjadi terabaikan. Ini akan menimbulkan masalah iman dan spiritual dari generasi milenial menjadi terganggu.

Generasi milenial akan cenderung sibuk dengan kesibukan dunia. Tuntutan kebutuhan hidup membuat mereka menghabiskan waktu untuk hal-hal tersebut. Akibatnya relasi mereka dengan Tuhan dan pelayanan gereja menjadi terabaikan. Oleh karena itu, gereja harus bekerjasama dengan orangtua milenial demi menjaga kesinambungan pelayanan gereja ke masa depan.

3. Memberi ruang lebih bagi generasi milenial untuk berkreasi dalam pelayanan Gereja harus memberi ruang bagi generasi milenial untuk terlibat aktif dalam pelayanan gereja. Pemimpin gereja harus bisa mendelegasikan pelayanan kepada generasi milenial. Pelayanan bukan lagi menjadi monopoli pemimpin dan majelis gereja.

Generasi milenial ini punya kecenderungan egosentris yang tinggi. Mereka akan mencari tempat dimana mereka nyaman untuk bernaung, seperti gereja. Beberapa dari mereka berganti-ganti gereja demi menemukan yang ‘pas’. Padahal semua gereja harusnya bisa lho sebagai tempat mereka bernaung tinggal bagaimana kita memfasilitasi mereka.

Gereja kadang juga lupa. Setelah generasi milenial ini dari Senin sampai Jumat disibukkan dengan pekerjaan ataupun pendidikannya dan saat beribadah, gereja masih saja tidak menyegarkan mereka dengan Firman Tuhan. Mereka jadi tidak nyaman karena beranggapan tidak ada tempat yang mampu menjawab kebutuhan mereka terhadap masalah yang dialami. Tidak ada salahnya kan, ada saatnya gereja melalui kothbahnya menjawab permasalahan jemaat.