Thursday, April 25, 2019

Menyibak Jejak History Tritunggal

Menyibak jejak history Tritunggal ~ Perjalanan sejarah dari konsep Trinitas atau Tritunggal melewati suatu perjalanan dan pergumulan teologis yang panjang serta membutuhkan banyak waktu guna merumuskannya. Lebih dari pada itu, ada begitu banyak tokoh yang telah berkontribusi dalam hal waktu, tenaga dan pikiran yang cerdas demi meletakan dasar teologis yang kuat terhadap konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal.


Kaisar Romawi yaitu Konstantin ditengarai berperan penting dalam meletakkan sejarah doktrin Trinitas atau Tritunggal. Ada sekitar 1800 uskup dipertemukan di Nicea yang mana terjadi atas undangan Kaisar Romawi Konstantin.

1800 uskup tersebut berasal dari dua bagian wilayah, yaitu dari wilayah timur sekitar  1000 orang, lalu sisanya yaitu 800 orang dari barat. Tetapi tidak semua memenuhi undangan kaisar Konstantin. Ada catatan dari beberapa tokoh yang memenuhi undangan di Nicea pada waktu itu.

Eusebius dari Kaisaria menghitung 250, Athanasius dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius dari Antiokhia mencatat 270 orang. Mereka bertiga hadir pada konsili ini. Belakangan Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius, Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.


Dari catatan daftar hadir yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut ada perbedaan. Ini menegaskan bahwa tidak ada catatan yang akurat dan pasti dari peserta yang hadir di Nicea.

Latar belakang keyakinan Konstantin sesungguhnya non Kristen. Tetapi ketika Kaisar Konstantin terpilih dan memerintah sebagai Kaisar Romawi, kebijakan yang diambilnya ialah membuat kekristenan menjadi agama negara yang sah dan legal secara hukum kerajaan.

Latar belakang dijadikannya kekrisnten sebagai agama yang legal, disebabkan keyakinan Konstantin atas kemenangan yang diraihnya itu berkat campur tangan Tuhan Yesus Kristus. Konstantin baru menjadi pengikut Kristus di akhir dari hidupnya. Keyakinan kepada Kristus itu ditandai dengan Konstantin dibaptis ketika ia sedang dalam kondisi sakit yang sangat kritis.

Tentang biografinya, Henry Chadwick mengabadikannya di dalam sebuay tulisan yaitu yang berjudul The Early Church. Di dalam catatannya, Henry menegaskan: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;… pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin… Ini adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen”.

Di dalam Encyclopaedia Britannica, dicatat tentang peran fungsional Konstantin pada konsili di Nicea. Apa sesungguhnya peranan Kaisar Konstantin dalam konsili Nicea?. Berikut informasi yang diperoleh dari Encyclopaedia Britannica:

“Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan… rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’… Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati”.

Berdasarkan informasi tersebut di atas, maka kita menemukan bahwa Kaisar Konstantin punya posisi penting dan strategis di dalam merumuskan konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal. Namun dalam historinya, ternyata tidaklah mudah untuk mencapai kata sepakat.

Ada perdebatan, diskusi dan dialog yang alot dan penuh ketegangan di antara para uskup yang hadir di Nicea untuk merumuskan kredoa berkaitan dengan konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal. Hal itu berlangsung selama dua bulan, namun tetap saja tidak mendapatkan keputusan yang jelas.

Dalam situasi dan kondisi yang dilematis itulah, Kaisar Konstantin melakukan intervensi. Kaisar Konstantin membuat keputusan yang memberi keuntungan bagi kelompok yang memiliki konsep teologis yaitu Yesus adalah Allah. Ada sikap ambigu yang mengemuka berkaitan dengan keputusan Kaisar Konstantin tentang Yesus adalah Allah. Karena memang bangunan teologis yang secara alkitabiah tidak ada dasarnya.

Di dalam persepsi A Short History of Christian Doctrine, dikatakan bahwa: “Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani”. Artinya keputusan yang dibuat oleh Kaisar Konstantin dalam konsili Nicea adalah keputusan politis. Tujuannya ialah supaya jangan terjadi perpecahan agama dan di sisi lain supaya memperkuat posisi wilayah pemerintahannya.

Pasca Konsili Nicea, dialog, diskusi dan penajaman pengertian terkait dengan konsep Trinitas atau Tritunggal masih berlanjut selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.

Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh Roh Kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Di sinilah dikatakan untuk pertama kalinya, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.

Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui”.

No comments:
Write komentar