Menyibak
jejak history Tritunggal ~ Perjalanan sejarah dari konsep
Trinitas atau Tritunggal melewati suatu perjalanan dan pergumulan teologis yang
panjang serta membutuhkan banyak waktu guna merumuskannya. Lebih dari pada itu,
ada begitu banyak tokoh yang telah berkontribusi dalam hal waktu, tenaga dan
pikiran yang cerdas demi meletakan dasar teologis yang kuat terhadap konsep
doktrin Trinitas atau Tritunggal.
Kaisar Romawi yaitu
Konstantin ditengarai berperan penting dalam meletakkan sejarah doktrin
Trinitas atau Tritunggal. Ada sekitar 1800 uskup dipertemukan di Nicea yang
mana terjadi atas undangan Kaisar Romawi Konstantin.
1800 uskup tersebut berasal
dari dua bagian wilayah, yaitu dari wilayah timur sekitar 1000 orang, lalu sisanya yaitu 800 orang dari
barat. Tetapi tidak semua memenuhi undangan kaisar Konstantin. Ada catatan dari
beberapa tokoh yang memenuhi undangan di Nicea pada waktu itu.
Eusebius dari Kaisaria
menghitung 250, Athanasius dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius dari
Antiokhia mencatat 270 orang. Mereka bertiga hadir pada konsili ini. Belakangan
Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius,
Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.
Dari catatan daftar hadir
yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut ada perbedaan. Ini menegaskan
bahwa tidak ada catatan yang akurat dan pasti dari peserta yang hadir di Nicea.
Latar belakang keyakinan Konstantin
sesungguhnya non Kristen. Tetapi ketika Kaisar Konstantin terpilih dan
memerintah sebagai Kaisar Romawi, kebijakan yang diambilnya ialah membuat
kekristenan menjadi agama negara yang sah dan legal secara hukum kerajaan.
Latar belakang dijadikannya
kekrisnten sebagai agama yang legal, disebabkan keyakinan Konstantin atas
kemenangan yang diraihnya itu berkat campur tangan Tuhan Yesus Kristus.
Konstantin baru menjadi pengikut Kristus di akhir dari hidupnya. Keyakinan kepada
Kristus itu ditandai dengan Konstantin dibaptis ketika ia sedang dalam kondisi
sakit yang sangat kritis.
Tentang biografinya, Henry
Chadwick mengabadikannya di dalam sebuay tulisan yaitu yang berjudul The Early Church. Di dalam catatannya,
Henry menegaskan: “Konstantin, seperti
bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;… pertobatannya hendaknya
tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin… Ini
adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah
jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung
pada karunia dari Allah orang-orang Kristen”.
Di dalam Encyclopaedia Britannica, dicatat
tentang peran fungsional Konstantin pada konsili di Nicea. Apa sesungguhnya
peranan Kaisar Konstantin dalam konsili Nicea?. Berikut informasi yang
diperoleh dari Encyclopaedia Britannica:
“Konstantin
sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi
mengusulkan… rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah
dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan
Bapa’… Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja,
menandatangani kredo itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati”.
Berdasarkan informasi
tersebut di atas, maka kita menemukan bahwa Kaisar Konstantin punya posisi
penting dan strategis di dalam merumuskan konsep doktrin Trinitas atau
Tritunggal. Namun dalam historinya, ternyata tidaklah mudah untuk mencapai kata
sepakat.
Ada perdebatan, diskusi dan
dialog yang alot dan penuh ketegangan di antara para uskup yang hadir di Nicea untuk
merumuskan kredoa berkaitan dengan konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal. Hal
itu berlangsung selama dua bulan, namun tetap saja tidak mendapatkan keputusan
yang jelas.
Dalam situasi dan kondisi
yang dilematis itulah, Kaisar Konstantin melakukan intervensi. Kaisar Konstantin
membuat keputusan yang memberi keuntungan bagi kelompok yang memiliki konsep teologis
yaitu Yesus adalah Allah. Ada sikap ambigu yang mengemuka berkaitan dengan
keputusan Kaisar Konstantin tentang Yesus adalah Allah. Karena memang bangunan
teologis yang secara alkitabiah tidak ada dasarnya.
Di dalam persepsi A Short
History of Christian Doctrine, dikatakan bahwa: “Konstantin pada dasarnya tidak
mengerti apa-apa tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam teologi
Yunani”. Artinya keputusan yang dibuat oleh Kaisar Konstantin dalam konsili
Nicea adalah keputusan politis. Tujuannya ialah supaya jangan terjadi
perpecahan agama dan di sisi lain supaya memperkuat posisi wilayah
pemerintahannya.
Pasca Konsili Nicea, dialog,
diskusi dan penajaman pengertian terkait dengan konsep Trinitas atau Tritunggal
masih berlanjut selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak
setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun
belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia
meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan
mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus
tersebut.
Konsili tersebut menyetujui
untuk menaruh Roh Kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Di
sinilah dikatakan untuk pertama kalinya, Tritunggal Susunan Kristen mulai
terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel,
Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang
menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.
Baru pada abad-abad
belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia
Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di
Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi
filsafat dan psikologi disetujui”.
No comments:
Write komentar