Wednesday, May 1, 2019

Apakah Yesus Disalibkan Hari Jumat Atau Hari Rabu?

Apakah Yesus disalibkan hari Jumat atau Rabu? ~ Munculnya pertanyaan tersebut menegaskan bahwa ada yang mulai meragukan tentang kapan tepatnya hari kematian Yesus? Apakah pada hari Jumat ataukah hari Rabu? Jika dihitung berdasarkan hitungan waktu normal yang dipahami secara umum yaitu kurun waktu 24 jam, maka Yesus wafat bukan pada hari Jumat melainkan pada hari Rabu.

Berdasarkan catatan Alkitab sebagai bukti otentik dan bisa dipertanggung-jawabkan secara teologis, maka saya menjawab secara tegas bahwa Yesus memang wafat pada hari Jumat menjelang Sabat. Dalam Injil Sinoptik kita menemukan bukti-bukti kuat yang menegaskan bahwa memang kematian Yesus terjadi pada hari Jumat. Dalam Injil Markus 15:42-47; Lukas 23:50-56 dan Yohanes 19:31-37.

Memang perhitungan secara harafiah kalau Yesus wafat pada hari Jumat, maka Yesus tidak sampai tiga hari tiga malam dalam perut bumi. Pada hal dalam Injil Matius 12:40, menegaskan bahwa: “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam”.

Lalu apakah makna 3 hari 3 malam sesungguhnya?
Mari kita tinjau Injil Matius 12:40 dalam bahasa Yunaninya menegaskan demikian: “ὥσπερ γὰρ ἦν Ἰωνᾶς ἐν τῇ κοιλίᾳ τοῦ κήτους τρεῖς ἡμέρας καὶ τρεῖς νύκτας, οὕτως ἔσται ὁ Υἱὸς τοῦ ἀνθρώπου ἐν τῇ καρδίᾳ τῆς γῆς τρεῖς ἡμέρας καὶ τρεῖς νύκτας”. [Transliterasi : ósper gár ín Ionás en tí koilía toú kítous treís iméras kaí treís nýktas, oútos éstai o Yiós toú anthrópou en tí kardía tís gís treís heméras kaí treís nýktas].


Dalam bahasa Inggris ayat tersebut berbunyi: [“For as Jonah was three days and three nights in the belly of a huge fish, so the Son of Man will be three days and three nights in the heart of the earth”]. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia demikian: “Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam”.

Perhatikan kalimat “Tiga hari tiga malam” di dalam bahasa Yunaninya menggunakan kalimat: “Treis hemeras kai treis nyktas”. Kita sudah terpola dan terkondisikan bahwa yang kita pahami tentang kata “hemeras” diterjemahkan menjadi “hari” dalam tata bahasa Indonesia dan dalam kosa kata bahasa Inggrisnya “day”. Hidup kita sudah terpola dan terkondisikan bahwa kata “hari” atau “day” selalu dimengerti dan dipahami bahwa itu menunjuk kepada 24 jam karena memang satu hari itu ya 24 jam.

Tetapi kalau kita mempelajari kosa kata bahasa Yunani tentang “hemeras” yang diterjemahkan dengan “hari” sesungguhnya kata “hemeras” menunjuk kepada suatu periode waktu yaitu pada saat matahari terbit sampai matahari terbenam atau saat terang matahari menyinari bumi.

Kalau kita merujuk ke dalam Perjanjian Lama secara khusus dalam kisah penciptaan, maka kita juga menemukan dalam Kejadian tentang penggunaan kata “hari” yang dikontraskan dengan kata malam. Mari kita perhatikan kitab Kejadian 1:5: dalam bahasa Ibrani: [“וַיִּקְרָ֨א אֱלֹהִ֤ים ׀ לָאֹור֙ יֹ֔ום וְלַחֹ֖שֶׁךְ קָ֣רָא לָ֑יְלָה וַֽיְהִי־עֶ֥רֶב וַֽיְהִי־בֹ֖קֶר יֹ֥ום אֶחָֽד׃ פ”]. Pelafalannya yaitu: {“wayiqra' Elohim la'owr yowm welachoshekh qara laylah wayehi-erev wayehi-voqer yowm echad Wayiqra Elohim la'owr yowm”}. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan: “Dan Allah menyebut Terang itu Hari (Yowm), welachoshekh qara laylah Dan gelap itu Malam (Laylah)”.

Dalam terjemahan bahasa Inggris menegaskan demikian: “God called the light “day,” and the darkness he called “night”. [Allah menyebut Terang itu hari, dan Gelap itu Malam]. Dengan demikian, apa yang dicatat dalam Injil Matius 12:40 secara khusus tentang kalimat: “tiga hari tiga malam”, lalu mengaitkannya dengan Kejadian 1:5, maka “tiga hari tiga malam” menunjuk kepada “tiga kali terang dan tiga kali gelap”.

Peristiwa alam di sekitar wafat Yesus
Merujuk kepada pemaparan di atas, maka pertanyaan yang mengemuka ialah benarkah dalam periode waktu Yesus wafat sampai Yesus bangkit terdapat tiga kali terang dan tiga kali gelap? Mari kita melakukan investigasi secara mendalam kronologisnya.

Kematian Yesus terjadi hari Jumat sore. Ketika itu terjadi, alam pun memberikan reaksi terhadap apa yang menimpa Penciptanya. Penulis Injil Markus mengabadikannya dengan benar reaksi tersebut.

Injil Markus 15:33-34: “Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.

Pada waktu Yesus wafat, Markus menegaskan bahwa terjadi kegelapan meliputi seluruh daerah berlangsung sampai jam tiga. Dan ini menjadi kegelapan yang pertama. Lalu dilanjutkan lagi oleh penulis Injil Markus bahwa pas jam tiga, Yesus berseru dengan suara nyaring...”. Di sini ada pergantian dari gelap ke terang karena hari masih sore atau matahari masih menerangi bumi. Inilah terang yang pertama.

Selanjutnya hari Jumat malam menjadi kegelapan ayau malam yang kedua. Hari Sabtu pagi menjadi terang atau hari yang kedua. Kalau digabungkan dengan penjelasan di bagian satu di atas, maka sudah dua kali malam dan dua kali terang. Penjelasan berikutnya ialah hari Sabtu malam. Ini adalah kegelapan atau malam yang ketiga. Kemudian hari Minggu pagi atau hari yang ketiga menjadi terang.  

Berdasarkan penjelasan yang sudah disajikan di atas, maka kita tiba pada kesimpulan, yaitu: Satu, kematian Yesus terjadi pada hari Jumat dan bukan pada hari Rabu. Dua, tiga hari tiga malam bukan menunjuk kepada waktu 3x24 jam, melainkan menunjuk kepada tiga kali terang dan tiga kali malam. Tiga, pada saat Yesus memakai kalimat “tiga hari tiga malam”, yang Yesus maksudkan bukan menunjuk kepada waktu 24 jam tetapi menunjuk kepada jumlah hari sesuai dengan Kejadian 1:5, yaitu bahwa tiga kali terang dan tiga kali malam.

Mengapa Perayaan Paskah Berubah-ubah Tanggalnya ?

Mengapa perayaan paskah berubah-ubah tanggalnya ~ Jumat Agung dan Paskah secara esensi masih ada di antara orang Kristen yang tidak mengetahui dan memahaminya secara memadai sampai dengan saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya penyebutan yang tumpang tindih seperti mengatakan bahwa Jumat Agung itu sebagai hari Paskah. Pada hal secara esensi Jumat Agung dan Paskah merupakan dua peristiwa akbar dalam sejarah suci penyelamatan umat manusia yang berbeda.

Secara tradisi iman Kristen, hari Jumat Agung adalah hari yang diakui dan diterima sebagai hari dimana Yesus mati di atas kayu salib. Yesus melewati suatu proses pengadilan yang tidak adil dalam pengadilan Mahkama Agama Yudaisme. Lalu Yesus juga menjalani suatu penyiksaan dan penderitaan yang sangat sadis dan mengerikan yang dlakukan oleh para prajurit kerajaan Romawi kala itu.

Dalam kondisi fisik yang sangat amat menderita, Yesus diarak menuju bukit Golgota. Di bukit itulah Yesus disalibkan dan menghebuskan nafas-Nya yang terakhir. Kita mengimani dan mengamini bahwa peristiwa mati-Nya Yesus di atas kayu salib untuk menebus kita dari dosa. Itulah sebabnya dalam tradisi iman Kristen mengakui dan menerima hari Jumat itu sebagai hari Jumat Agung. Namun tidak semua hari Jumat itu disebut agung.


Dalam perenungan dan refleksi di hari Jumat Agung itu, sesungguhnya bagi kita bukanlah saat untuk berdukacita, tetapi sebagai momen selebrasi sukacita penuh cinta. Artinya bahwa Yesus mati karena Ia sangat mencintai dan mengasihi kita. Itulah pengorbanan cinta kasih Yesus untuk menyelamatkan kita. Dialah Juruselamat kita yang Agung. Cinta kasih Yesus sangat mendalam kepada kita.

Berdasarkan pada catatan Kitab Suci bahwa sesudah Yesus mati dan dikebumikan, maka di hari ketiga yaitu pada hari Minggu Yesus bangkit dari antara orang mati.
Yesus bangkit menegaskan bahwa Ia adalah Allah yang berkuasa mengalahkan kematian. Inilah menjadi titik tumpu dan titik awal menyebut kebangkitan Yesus sebagai hari Paskah yang bertepatan dengan hari Minggu. 

Makna atau arti Paskah adalah hari kebangkitan atau Minggu Kebangkitan. Adapun tanggal yang pasti mengenai peristiwa Jumat Agung tidak dicatat dalam alkitab, namun dari berbagai data, penelitian serta perkiraan, peristiwa Jumat Agung diyakini terjadi pada tahun 33 atau 34 Masehi.  Hari Jumat Agung jatuh 2 hari sebelum Hari Raya Paskah, yaitu hari peringatan kebangkitan Yesus (sesuai dengan alkitab Perjanjian Baru, karena dalam Perjanjian Lama hari raya paskah dikaitkan dengan peringatan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir). 

Hari Raya Paskah jatuh pada hari Minggu yang pertama setelah bulan purnama paskah, yaitu bulan purnama pada atau setelah tanggal 21 Maret setiap tahunnya. Perlu dipahami bahwa tanggal untuk hari Paskah setiap tahun selalu berubah dan tidak sama. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan perhitungan penanggalan yang dilakukan pihak Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma.

Gereja Ortodoks Timur menggunakan tanggal 21 Maret menurut Kalender Julian, sedangkan Gereja Katolik Roma menggunakan tanggal 21 Maret menurut Kalender Gregorian yang lebih modern dan lebih luas pemakaiannya. Dengan demikian, bulan purnama Gereja Ortodoks Timur biasanya jatuh 4-5 hari setelah bulan purnama Gereja Katolik Roma.

Karena itu, Paskah di Gereja Katolik Roma dapat jatuh antara tanggal 22 Maret sampai 25 April, maka Jumat Agung jatuh antara tanggal 19 Maret sampai 22 April. Di Gereja Ortodoks Timur, Paskah jatuh antara 22 Maret sampai 25 April menurut kalender Julian (tapi menurut kalender Gregorian berarti tanggal 4 April sampai 8 Mei) dan Jumat Agung dapat jatuh antara 19 Maret dan 22 April (atau antara 1 April sampai 5 Mei menurut kalender Gregorian).

Sementara itu untuk Paskah secara internasional, digunakan penanggalan secara Gregorian, penanggalan yang lebih populer dibandingkan penanggalan Julian. Untuk memperhitungkan tanggal perayaan Paskah, gereja Kristen menggunakan hari bulan purnama “gerejawi” baik Julian maupun Gregorian tersebut, bukan bulan purnama astronomi.

Itulah sebabnya perayaan Paskah bisa berbeda-beda tanggalnya, padahal Yesus bangkit di hanya dalam satu hari tertentu. Hal ini hanya karena pengaturan gereja semata. Walaupun ada perbedaan arti atau makna, Jumat Agung dan Paskah adalah momen terpenting selain Natalan.

Bahkan dua peristiwa inilah menjadi puncak dari kehadiran Yesus sebagai manusia di dunia karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup Yesus, seperti yang tercatat di dalam keempat Injil di Perjanjian Baru. Setelah 40 hari hidup bersama para murid-Nya, Yesus pun terangkat ke sorga. Lima puluh hari kemudian, turunlah Roh Kudus di antara para murid Yesus (para Rasul), sebagaimana dijanjikan Yesus kepada mereka.

Pada saat itulah para Rasul Yesus itu mentahbiskan dan membaptis sekitar 3.000 orang menjadi pengikut Yesus, yang disebut juga sebagai awal dari gereja mula-mula, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.

Monday, April 29, 2019

Tritunggal Dan Kristologi

Tritunggal dan KristologiDoktrin Allah Tritunggal berada pada rangking teratas sebagai doktrin yang sangat sulit dijelaskan, dimengerti dan dipahami. Dikatakan demikian, karena berdasarkan pengakuan para penulis Alkitab yaitu bahwa Allah itu esa (monoteisme) tetapi juga dipercayai keberadaan dan kehadiran-Nya dalam tiga pribadi (hupostasis) ilahi. Dan tetap tidak terjebak ke dalam praktek penyembahan kepada tiga Allah (Triteisme).

Rangking kedua sebagai doktrin yang juga tidak kalah sulitnya untuk dijelaskan, dimengerti dan dipahami ialah doktrin Kristologi (doktrin tentang Kristus). Dikatakan demikian, karena sesuai dengan pengakuan dan ajaran para rasul, yaitu bahwa Yesus Kristus diberitakan, diterima dan diimani sebagai Allah sepenuhnya dan juga sepenuhnya manusia (Deus et vere homo).

Merujuk kepada pernyataan di atas, maka dapat dipahami bahwa sesungguhnya iman Kristen merupakan suatu misteri. Kemisterian iman Kristen mengacu kepada: misteri Allah Tritunggal dan misteri inkarnasi Yesus. Kita perlu mengerti dan memahami bahwa kedua doktrin tersebut bukan dan tidak bisa dipandang misteri. Mengapa dikatakan begitu?


Sebab doktrin (bahasa Latin Docere artinya mengajar) merupakan suatu upaya kita untuk menjabarkan dan memberi pengajaran tentang kehidupan di hadapan Sang Misteri tersebut. Penjabaran dan pengajaran kita selalu saja tidak lengkap dan terbatas. Kendati demikian, dalam frame menjabarkan dan mengajarkan doktrin memang tetap pada spirit harus bisa dimengerti dan diterima dengan benar.Sebagai sebuah penjelasan dan pengajaran, doktrin harus bisa dipahami dengan baik.

Arti kata misteri
Kata “misteri” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai: “Sesuatu yang masih belum jelas (masih menjadi teka-teki; masih belum terbuka rahasianya); kenyataan yang begitu luhur sehingga secara mendasar melampaui daya tangkap manusia; apa pun yang semakin dapat dimengerti atau dihayati, tetapi tidak pernah ditangkap seluruhnya sehingga tetap merupakan rahasia menyangkut kehadiran atau kegiatan Ilahi, misalnya Allah Tritunggal”.

Di sini, kata “misteri” harus kita mengerti dan pahami secara baik dan benar. Sebagaimana yang didefinisikan di atas, maka kita mengerti, mengetahui dan memahami bahwa kata “misteri” mengacu kepada kenyataan yang memang sulit untuk dijelaskan secara lengkap baik melalui logika apologetika rasional maupun diumpamakan berdasarkan fakta empiris.

Dengan demikian, iman Kristen merupakan sebuah misteri. Artinya di sini ialah bahwa misteri iman tentulah tidak sama dengan teka-teki dan problematika. Dikatakan demikian, karena masalah pasti ada solusinya atau bisa diselesaikan dan teka-teki bisa kita pecahkan.

Namun, ketika kita masuk dan menggeluti doktrin sebagai sebuah pengajaran tentang misteri iman sangatlah berbeda. Maksudnya ialah bahwa pengajaran atau doktrin yang bersentuhan dengan misteri iman bukanlah suatu upaya untuk menyelesaikan dan menyibak misteri itu. Tetapi suatu perjuangan iman dalam ranah hidup insani dengan spirit untuk merawat dan memeliharanya sehingga tetap dalam bingkai misteri dan secara bersamaan juga bahwa misteri iman dapat memberi arti dalam hidup beriman kita.

Berdasarkan doktrin Allah Tritunggal dan Kristologi (dua hakikat Yesus Kristus: Allah sepenuh-penuhnya dan manusia sepenuh-penuhnya[1]) sebagaimana diutarakan di atas, semua fondasi kebenaran tentang iman Kristen diajarkan, dihidupi, dipertahankan dan dikembangkan serta diberitakan. Karenanya menurut Gereja Orthodoks Timur bahwa di dalam kedua dogma itulah memberi jaminan manusia dapat diselamatkan kalau ia hidup di dalamnya dan pada sisi lain kalau manusia menolak untuk hidup di dalamnya maka dia pasti tidak selamat alias binasa.

Secara legal formal patut diakui bahwa doktrin tentang Trinitas atau Tritunggal diformulasikan atau dirumuskan sesudah gereja mula-mula memformulasikan secara legal formal rumusan tentang doktrin Kristologi. Dengan demikian, penerimaan dan pengakuan tentang doktrin Trinitas atau Tritunggal oleh gereja terjadi sebagai konsekuensi logis dari adanya rumusan doktrin Kristologi yang menegaskan bahwa Yesus Kristus sebagai Allah dan manusia yang menjadi mediator (pengantara) keselamatan bagi dunia. Karenanya mau tidak mau agar dapat mengerti dan memahami tentang doktrin Trinitas atau Tritunggal, kita musti mengawalinya dengan menggali terlebih dahulu konsep doktrin tentang Yesus Kristus. Bersambung...!



[1] Penggunaan kata “sepenuh-penuhnya” bertujuan untuk memberi tekanan dan penegasan tentang konsep keilahian Yesus Kristus dan kemanusiaan-Nya.

Thursday, April 25, 2019

Menyibak Jejak History Tritunggal

Menyibak jejak history Tritunggal ~ Perjalanan sejarah dari konsep Trinitas atau Tritunggal melewati suatu perjalanan dan pergumulan teologis yang panjang serta membutuhkan banyak waktu guna merumuskannya. Lebih dari pada itu, ada begitu banyak tokoh yang telah berkontribusi dalam hal waktu, tenaga dan pikiran yang cerdas demi meletakan dasar teologis yang kuat terhadap konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal.

Kaisar Romawi yaitu Konstantin ditengarai berperan penting dalam meletakkan sejarah doktrin Trinitas atau Tritunggal. Ada sekitar 1800 uskup dipertemukan di Nicea yang mana terjadi atas undangan Kaisar Romawi Konstantin.

1800 uskup tersebut berasal dari dua bagian wilayah, yaitu dari wilayah timur sekitar  1000 orang, lalu sisanya yaitu 800 orang dari barat. Tetapi tidak semua memenuhi undangan kaisar Konstantin. Ada catatan dari beberapa tokoh yang memenuhi undangan di Nicea pada waktu itu.

Eusebius dari Kaisaria menghitung 250, Athanasius dari Alexandria menghitung 318, dan Eustatius dari Antiokhia mencatat 270 orang. Mereka bertiga hadir pada konsili ini. Belakangan Socrates Scholasticus mencatat lebih dari 300 orang dan Evagrius, Hilarius, Hieronimus dan Rufinus mencatat 318 orang.


Dari catatan daftar hadir yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut ada perbedaan. Ini menegaskan bahwa tidak ada catatan yang akurat dan pasti dari peserta yang hadir di Nicea.

Latar belakang keyakinan Konstantin sesungguhnya non Kristen. Tetapi ketika Kaisar Konstantin terpilih dan memerintah sebagai Kaisar Romawi, kebijakan yang diambilnya ialah membuat kekristenan menjadi agama negara yang sah dan legal secara hukum kerajaan.

Latar belakang dijadikannya kekrisnten sebagai agama yang legal, disebabkan keyakinan Konstantin atas kemenangan yang diraihnya itu berkat campur tangan Tuhan Yesus Kristus. Konstantin baru menjadi pengikut Kristus di akhir dari hidupnya. Keyakinan kepada Kristus itu ditandai dengan Konstantin dibaptis ketika ia sedang dalam kondisi sakit yang sangat kritis.

Tentang biografinya, Henry Chadwick mengabadikannya di dalam sebuay tulisan yaitu yang berjudul The Early Church. Di dalam catatannya, Henry menegaskan: “Konstantin, seperti bapanya, menyembah Matahari Yang Tidak Tertaklukkan;… pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan yang datang dari batin… Ini adalah masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali, tetapi ia yakin bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia dari Allah orang-orang Kristen”.

Di dalam Encyclopaedia Britannica, dicatat tentang peran fungsional Konstantin pada konsili di Nicea. Apa sesungguhnya peranan Kaisar Konstantin dalam konsili Nicea?. Berikut informasi yang diperoleh dari Encyclopaedia Britannica:

“Konstantin sendiri menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan… rumusan penting yang menyatakan hubungan Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, ‘dari satu zat dengan Bapa’… Karena sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang saja, menandatangani kredo itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati”.

Berdasarkan informasi tersebut di atas, maka kita menemukan bahwa Kaisar Konstantin punya posisi penting dan strategis di dalam merumuskan konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal. Namun dalam historinya, ternyata tidaklah mudah untuk mencapai kata sepakat.

Ada perdebatan, diskusi dan dialog yang alot dan penuh ketegangan di antara para uskup yang hadir di Nicea untuk merumuskan kredoa berkaitan dengan konsep doktrin Trinitas atau Tritunggal. Hal itu berlangsung selama dua bulan, namun tetap saja tidak mendapatkan keputusan yang jelas.

Dalam situasi dan kondisi yang dilematis itulah, Kaisar Konstantin melakukan intervensi. Kaisar Konstantin membuat keputusan yang memberi keuntungan bagi kelompok yang memiliki konsep teologis yaitu Yesus adalah Allah. Ada sikap ambigu yang mengemuka berkaitan dengan keputusan Kaisar Konstantin tentang Yesus adalah Allah. Karena memang bangunan teologis yang secara alkitabiah tidak ada dasarnya.

Di dalam persepsi A Short History of Christian Doctrine, dikatakan bahwa: “Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam teologi Yunani”. Artinya keputusan yang dibuat oleh Kaisar Konstantin dalam konsili Nicea adalah keputusan politis. Tujuannya ialah supaya jangan terjadi perpecahan agama dan di sisi lain supaya memperkuat posisi wilayah pemerintahannya.

Pasca Konsili Nicea, dialog, diskusi dan penajaman pengertian terkait dengan konsep Trinitas atau Tritunggal masih berlanjut selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin lagi untuk beberapa waktu. Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka. Ia meneguhkan kredo dari Konsili Nicea sebagai standar untuk daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.

Konsili tersebut menyetujui untuk menaruh Roh Kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan Kristus. Di sinilah dikatakan untuk pertama kalinya, Tritunggal Susunan Kristen mulai terbentuk dengan jelas. Tetapi, bahkan setelah Konsili Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.

Baru pada abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam kredo-kredo yang tetap. The Encyclopedia Americana mengatakan: “Perkembangan penuh dari ajaran Tritunggal terjadi di Barat, pada pengajaran dari Abad Pertengahan, ketika suatu penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui”.

Dimampukan Untuk Memberitakan Injil

Dimampukan untuk memberitakan Injil ~ Landasan firman Tuhan untuk tema tersebut diambil dari Kisah Para Rasul 1:8. Paulus menulis dalam suratnya kepada Timotius, demikian: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” – 2 Timotius 4:2

Dokter Lukas dalam Kisah Para Rasul 1:8, menulis: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”.

Apa tanggapan atau reaksi kita ketika membaca bagian ayat firman Tuhan tersebut?. Ada orang yang mengatakan: Firman Tuhan itu bukan untuk saya, tetapi untuk hamba Tuhan atau penginjil yang memang sudah dipersiapkan di sekolah teologia. Saya tidak pernah belajar teologia, jadi saya tidak bisa memberitakan Injil. Saya takut memberitakan Injil, karena saya ini orang biasa, awam jemaat kecil. Wouww, kalau ngrumpi saya jagonya, tetapi kalau memberitakan Injil, maaf saya ga berani.


Kalimat tanya: “Bagaimana Roh Kudus memampukan kita untuk memberitakan Injil?”.
Kalimat peralihan: Berdasarkan firman Tuhan dalam Kisah Para Rasul 1:8, maka ada beberapa hal yang dilakukan oleh Roh Kudus supaya kita bisa memberitakan Injil, yaitu:

1. Kita dimampukan untuk menjadi teman seperjalanan bagi sesama yang membutuhkan – Kisah Para Rasul 1:8: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”.

Siapakah sesama yang membutuhkan di “Yerusalem”, “Yudea”, “Samaria” dan “Ujung dunia itu”?
a. Mereka yang kecewa karena yang terjadi tidak seperti yang diharapkan – Lukas 24:13-35.
b. Mereka yang tertekan dan menderita karena kerasnya kehidupan – Lukas 10:25-37.

2. Kita dimampukan untuk menjadi “garam” dan “terang” bagi sesama yang ada di luar pagar – Matius 5:13-16. Siapakah sesama yang ada di luar pagar itu?

a. Mereka yang standar moralnya yang sangat rendah bahkan tidak ada sama sekali – Matius 5:13: “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang”.

b. Mereka yang tidak sadar bahwa dirinya orang berdosa – Matius 5:14-16: “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga”.

Menjadi pembawa damai bukan didasarkan pada kehebatan dan kekuatan manusiawi kita. Tetapi didasarkan pada Roh Kudus yang kuasa-Nya tanpa batas (unlimited) bagi kita. Rasul Paulus menulis: “Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu. Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus” – 1 Tesalonika 1:5-6

Karenanya, dalam kuasa Roh Kudus yang tidak terbatas itulah kita dimampukan untuk menjadi teman seperjalanan bagi sesama yang membutuhkan dan kita dimampukan untuk menjadi “garam” dan “terang” bagi sesama yang ada di luar pagar. Amin

Wednesday, April 24, 2019

Memahami Tritunggal Secara Etimologi

Memahami Tritunggal secara etimologi ~ Kata Trinitas atau Tritunggal adalah bersumber dari kosa kata atau tata bahasa Latin. Dalam bahasa Latin, kata Trinitas atau Tritunggal adalah menggunakan kata “trinus” dan “unitas”. Kata Latin “trinus” dan “unitas” diartikan dengan: “tiga serangkai atau tritunggal”. Kedua kata “trinus” dan “unitas” adalah kata benda abstrak, yang terbentuk dari kata sifat trinus (tiga masing-masing, tiga kali lipat), sebagai kata unitas yang merupakan kata benda abstrak yang dibentuk dari unus (satu).

Dalam tata bahasa atau kosa kata Yunani yang sesuai adalah kata “trias”. Kata “trias” itu diartikan sebagai: “satu set dari tiga” atau “berjumlah tiga”. Teofilus dari Antiokhia yaitu pada sekitar tahun 170, dianggap sebagai orang pertama yang memakai istilah dari kata Yunani ini ke dalam teologi Kristen (meskipun bukan tentang Trinitas Ilahi).


Sedangkan teolog Latin yang pertama menggunakan istilah “Trinitas”, “Persona” dan “Substansi” ialah Tertulianus, yaitu pada permulaan abad ke 3. Tertulianus menjelaskan bahwa Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah “satu dalam esensi – bukan satu dalam Persona”. Artinya ialah Bapa, Anak, Roh Kudus adalah satu dalam esensi atau hakikat yaitu Allah Yang Esa. Namun harus juga dipahami bahwa pada saat yang sama secara Persona atau Person atau Pribadi atau hupostasis berbeda atau tidak sama.

Pada tahun 325, yaitu satu abad berikutnya, para pemimpin gereja menyelenggarakan konsili [Konsili Ekumenis dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur adalah pertemuan seluruh uskup keseluruhan Gereja untuk membahas dan mengambil keputusan yang menyangkut doktrin Gereja dan aturan praktisnya] atau sidang akbar atau pertemuan besar atau musyawarah besar di Nicea. Dalam konsili di Nicea tersebut diputuskan dan ditetapkanlah bahwa doktrin Trinitas sebagai ortodoksi [Ortodoksi dalam sebuah ajaran agama artinya adalah “ajaran yang benar”, terkadang hal ini diartikan sebagai “ajaran yang lama”, “ajaran yang kuno” atau “ajaran yang fundamentalis”].

Lalu gereja juga mengadopsi Pengakuan Iman Nicea, yang memberikan gambaran dan penegasan tentang Yesus Kristus sebagai “Allah dari allah, Terang dari terang, maha Allah dari maha Allah, diperanakkan, bukan dibuat, satu substansi (homoousios) dengan Bapa”. Dalam kitab Wahyu ditegaskan bahwa: “Mereka akan berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba akan mengalahkan mereka, karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja. Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil, yang telah dipilih dan yang setia” – Wahyu 17:14. Lalu dalam Wahyu 19:16: “Dan pada jubah-Nya tertulis suatu nama, yaitu “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan”.

Kata “tritunggal” (bahasa Inggris: trinity) berasal dari kata Latin trinitas, yang berarti "yang nomor tiga, tiga serangkai". Kata benda abstrak tersebut terbentuk dari kata sifat trinus (tiga masing-masing, rangkap tiga), [Lewis and Short: “trinus. Perseus.tufts.edu. Diakses tanggal 24 April 2019”] sebagaimana kata unitas merupakan kata benda abstrak yang terbentuk dari unus (satu).

Kata yang sesuai dalam bahasa Yunani adalah Τριάς, yang artinya “satu set dari tiga” atau “yang nomor tiga” [“Liddell & Scott, A Greek-English Lexicon. entry for Τριάς, diakses 24 April 2019] Catatan pertama terkait penggunaan kata Yunani ini dalam teologi Kristen adalah oleh Teofilus dari Antiokhia pada sekitar tahun 179.

Dengan cara demikian juga ketiga hari sebelum [terciptanya] penerang, terdapat tanda-tanda Trinitas [Τριάδος], dari Allah, dan Firman-Nya, dan kebijaksanaan-Nya. Dan yang keempat adalah tanda manusia, yang membutuhkan terang, sehingga demikianlah terdapat Allah, Firman, kebijaksanaan, manusia.[ Aboud, Ibrahim (Fall 2005). Theandros an online Journal of Orthodox Christian Theology and Philosophy. 3, number 1. Diakses 24 April 2019].

Tertullianus, seorang teolog Latin yang menulis pada awal abad ke-3, dianggap sebagai orang pertama yang menggunakan kata-kata Latin terkait “Trinitas” [Against Praxeas, chapter 3. Ccel.org. 1 June 2005. Diakses tanggal 24 April 2019]; “pribadi” dan “substansi” [Against Praxeas, chapter 2 and in other chapters] untuk menjelaskan bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah “satu dalam esensi — bukan satu dalam Pribadi” [History of the Doctrine of the Trinity. Diakses 24 April 2019]

Arti Kata Tritunggal

Arti kata tritunggal ~ Salah satu doktrin atau pengajaran iman Kristen yang paling kontroversial ialah doktrin atau pengajaran tentang tritunggal. Dikatakan demikian karena memang doktrin tentang tritunggal ini menjadi perdebatan yang sangat tajam antar Kristen dan Islam. Tritunggal adalah satu sahadat atau kredo yang menegaskan bahwa Allah itu esa namun hadir atau berada dalam tiga pribadi. Tritunggal adalah Satu Allah Yang Esa tetapi menyatakan diri-Nya dalam tiga kepribadian yaitu Bapa, Anak, Roh Kudus.

Tritunggal adalah Bapa, Putra, Roh Kudus merupakan tiga pribadi yang sama esensinya, memiliki kedudukan yang sama, kuasanya juga sama dan kemuliaannya juga sama. Istilah Tritunggal adalah dalam bahasa Inggris menggunakan kata trinity. Sedangkan tritunggal adalah dalam bahasa Latin memakai kata trinitas. Tritunggal adalah Tiga Pribadi yang menyatu dalam kesatuan hakikat atau esensi Allah.

Penggunaan istilah “pribadi” ketika dikaitkan dengan tritunggal adalah dalam bahasa Yunani memakai kata “hupostasis”, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yaitu “persona”. Lalu istilah tritunggal adalah “persona” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “person”.


Doktrin tritunggal adalah doktrin yang sudah diakui mulai permulaan abad ketiga. Pada permulaan abad ke tiga itulah doktrin tritunggal adalah menyatakan bahwa “Satu keberadaan (Yunani: ousia, Inggris: beeing) Allah di dalam tiga Pribadi dan satu substansi (natur), Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. Di sini, Allah yang satu menyatakan keberadaan-Nya dalam tiga persona (Latin) atau person (Inggris) dan ketiga persona atau person itu (Bapa, Anak dan Roh Kudus) memiliki substansi (natur) yang satu dan sama.

Dalam (The Oxford Dictionary of the Christian Church) atau Kamus Oxford Gereja Kristen dijelaskan dan ditegaskan bahwa Trinitas (Latin) atau Tritunggal (Indonesia) merupakan: “dogma sentral dari teologi Kristen”. Artinya di sini ialah bahwa Tritunggal adalah dalam teologi Kristen menjadi pusat dari semua pengajaran iman Kristen. Pengajaran atau doktrin tritunggal disambut, diterima dan diakui dalam gereja seperti: Katolik,Protestan, dan Orthodoks.
Keberadaan dan kehadiran Allah Tritunggal yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus (baca: baik terpisah dan bersama-sama) sangat nyata di dalam banyak ayat Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Namun, istilah Tritunggal atau Trinitas tidak secara eksplisit ditulis oleh para penulis Alkitab (para nabi dan para rasul).

Formulasi atau rumusan Tritunggal terlihat jelas dalam Injil Lukas dan Injil Matius. Penulis Injil Lukas, menulis: “dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” – Lukas 3:22. “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi”, menunjuk kepada Yesus. Dalam rupa burung merpati menunjuk kepada Roh Kudus. Suara dari langit dimengerti dan dipahami sebagai suara sang Bapa. Di sini konteksnya ialah ketika Yesus selesai di baptis oleh Yohanes pembaptis.

Penulis Injil Matius, menulis: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” – Matius 28:19. Ini merupakan pernyataan langsung dari Yesus pasca kebangkitan dan pra kenaikan-Nya ke sorga. Para murid diberi mandat untuk melakukan prosesi pembaptisan di dalam dan atas nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.

Berdasarkan firman Tuhan dalam Injillah, maka doktrin Tritunggal mendapatkan bentuknya seperti sekarang. Pernyataan Yesus yang juga dicatat dalam Injil Yohanes yaitu: “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yohanes 10:38; 14:10, 11). Pernyataan Yesus itu menegaskan kesatuan, keberadaan dan kehadiran Bapa dan Anak secara bersama-sama. Dapat juga dipakai untuk menguraikan tentang “pribadi”, “sifat”, “esensi”, “subtansi”. Memang para murid tidak memakai istilah-istilah tersebut.